Slow Living: Seni Menyederhanakan Langkah Di Tengah Riuhnya Perjalanan Kehidupan

Slow Living Untuk Menyederhanakan Hidup

Adakah teman-teman yang setiap mendekati pergantian tahun masih rajin menyusun resolusi tahunan? Saya termasuk orang yang suka membuat resolusi, meski diakhir tahun nggak semua bisa tercapai, tetap saja nggak kapok bikin resolusi baru. Dengan membuat resolusi tahunan kita bisa mengevaluasi diri sendiri, menentukan skill apa yang harus ditingkatkan atau diperbaiki di tahun selanjutnya, juga membantu kita menentukan prioritas dan timeline kegiatan sehari-hari. Nah, kebetulan saat ini saya sedang jatuh hati dengan gaya hidup slow living, sebuah gaya hidup yang menuntun pelakunya menjalani hidup dengan cara yang lebih sederhana, tenang, tanpa ketergesaan, tapi tetap berfokus pada tujuan. lalu apa hubungannya slow living dengan menyusun resolusi tahunan?


Apa itu Slow Living?

Menurut buku In Praise of Slowness: Challenging the Cult of Speed, karya Carl Honoré, Slow Living adalah sebuah seni menjalani hidup yang penuh kesadaran, kehati-hatian, dan ketenangan. Seseorang diharapkan selalu 'hadir' di dalam setiap kegiatan yang sedang ia lakukan, tanpa terburu-buru, agresif, dan tuntutan untuk bisa menyelesaikan semua hal sekaligus. Slow living berfokus pada keseimbangan dalam mengatur hidup

Pesan utama yang diusung oleh slow living adalah menjalani kehidupan sehari-hari dengan cara yang lebih sederhana, melakukan sesuatu seperlunya, dan sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Terbiasa berpikir sederhana akan membuat kita punya lebih banyak waktu untuk diri sendiri, dan tidak lagi gelisah akan pencapaian-pencapaian orang lain.

Yang perlu diingat, Slow living adalah proses menikmati hidup supaya lebih tenang untuk mencapai tujuan hidup, bukan sebagai tujuan hidup itu sendiri. Menjalani slow living bukan berarti kita melakukan segala sesuatu dengan lambat, santai, apalagi sambil bermalasan-malasan, justru kita memilih melakukan pekerjaan itu dengan tenang, satu-persatu, tanpa terburu-buru, dan fokus pada rencana yang sudah dibuat. Jadi, penting sekali memiliki skala prioritas dan timeline activities dalam menjalani slow living.


Baca juga: Menyembuhkan Luka Inner Child Demi Mengasuh Anak yang Bahagia


Bye Multi-Tasking!

Pernah nggak teman-teman merasa, "Ngapain aja ya gue seharian ini? Kok kayaknya capek banget." atau "Kayaknya baru kemarin Senin, kok sekarang udah Jumat aja?"

Nah, pikiran-pikiran seperti ini biasanya muncul karena kita terbiasa menjalani keseharian dengan sekedar melewatinya begitu saja, kita tidak benar-benar hadir dalam setiap kegiatan karena berusaha mengerjakan dua atau lebih pekerjaan secara sekaligus. Misalnya sarapan sambil membalas chat WA, tau-tau makanan sudah habis aja tanpa kita benar-benar menikmati setiap suapan. Menghadiri zoom meeting sambil menyelesaikan draft tulisan, begitu meeting selesai buru-buru minta rekamannya karena nggak terlalu nyimak. Yang lebih parah, ngobrol dengan anak atau pasangan sambil scroll Instagram, akhirnya tiap anak tanya kita cuma hah hoh hah hoh aja. Hayoo siapa yang masih suka begini?

Mengerjakan dua atau tiga aktivitas dalam waktu bersamaan disebut multi-tasking. Orang dengan kemampuan multi-tasking memang terlihat keren dan cerdas karena mampu mengubah fokus secara cepat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya secara bergantian, tapi tahu nggak kalau kebiasaan multi-tasking bisa menimbulkan gangguan pada fungsi otak, penurunan IQ, menyebabkan kelelahan, dan akhirnya justru menurunkan produktivitas?

Ini karena bagian otak yang bertugas mengatur fungsi perencanaan, pengaturan, penyelesaian masalah dipaksa bekerja lebih keras saat kita mengubah fokus secara cepat dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya, akibatnya jantung berdenyut lebih cepat, tekanan darah naik, dan tingkat stres meningkat. Memaksa otak untuk fokus pada banyak hal dalam satu waktu juga bisa menyebabkan gangguan pada fungsi otak, dan berkurangnya kemampuan untuk mengingat dan menangkap informasi. Coba diingat-ingat deh, masing-masing dari kita pasti pernah punya teman yang kalau lagi comment di Instagram sering nggak nyambung dengan caption, iya nggak? Atau jangan-jangan kita sendiri yang sering begini? Heheeeh.

Slow Living Untuk Menyederhanakan Hidup


Be Present in Your Life!

Orang-orang yang memilih gaya hidup ini dituntun untuk bisa menikmati hidup dengan cara 'hadir' secara penuh dalam setiap kegiatan, merasakan prosesnya, dan berhasil menyingkirkan distraksi yang mungkin datang. Misalnya: tidak menjawab chat yang kurang penting saat sedang menyelesaikan draft tulisan, atau meninggalkan gadget saat sedang makan bersama keluarga.

Terbiasa melakukan banyak hal sekaligus akan membuat kita selalu terburu-buru, yang penting selesai dengan cepat tanpa menikmati prosesnya. Sementara gaya hidup slow living membuat hidup terasa lebih sederhana, tanpa merasa dikejar, dan lepas dari segala tekanan. Dengan begini kita akan lebih mudah bersyukur dan bahagia untuk setiap hal-hal kecil yang kita temui dalam keseharian. Setelah semua prioritas hari ini berhasil diselesaikan, nggak apa-apa banget kalau kita cuma ingin menikmati angin yang berhembus di teras rumah tanpa melakukan apapun.


Awal Gaya Hidup Slow Living

Gaya hidup slow living berasal dari slow food movement yang dibuat oleh Carlo Petrini pada tahun 1986.Sebuah kampanye melawan gerakan fast food, terutama McDonalds, yang pada waktu itu baru membuka gerai di Piazza di Spagna, Roma, Italia. Orang-orang yang terlibat dalam kampanye slow food movement ingin melindungi budaya gastronomi mereka yang lebih nikmat dan sehat. Seiring berjalannya waktu, konsep slow food menyebar ke bidang lain, seperti slow cooking, slow pace work, slow travelling, dan akhirnya slow living.


Prinsip Dasar Slow Living

Ingat untuk selalu melakukan satu hal pada satu waktu. 
Di sini pentingnya melakukan journaling, membuat skala prioritas dan timeline activities. Semuanya akan sangat membantu kita untuk tetap fokus pada satu kegiatan dan menyelesaikan dengan proses yang baik.


Pahami prioritasmu. 
Saat skala prioritas sudah ditentukan, pastikan kita hanya melakukan hal-hal yang perlu dilakukan saja, selesaikan sesuai timeline yang sudah dibuat.

Nikmati prosesnya. 
Saat menyelesaikan satu pekerjaan, hilangkan keinginan bisa selesai lebih cepat dari timeline, nggak perlu terburu-buru dan kasih perhatian lebih pada apa yang kita lakukan.

Utamakan ketenangan. 
Keinginan menyelesaikan pekerjaan lebih cepat atau lebih banyak hanya akan membuat kita kehilangan ketenangan, akhirnya malah datang perasaan khawatir dan gelisah. 

Patuh pada komitmen. 
Memilih menjalani hidup yang lebih lambat, bukan berarti nggak punya target untuk diraih. Dengan sedikit melambat kita akan punya waktu untuk menarik napas, melihat sekitar, berpikir panjang, dan menentukan fokus, dengan begini komitmen kita pada pencapaian jadi semakin kuat. So, nggak ada waktu untuk bermalas-malasan karena kita sudah memiliki prioritas dan tujuan :)


Slow Living Dalam Islam

Bagi umat muslim, konsep slow living sebenarnya sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, bahkan merupakan salah satu dari tiga belas rukun shalat yang wajib dikerjakan. Ada yang tahu apa itu?

Yup. Tuma’ninah.

Secara bahasa, Tuma’ninah artinya ketenangan, yang berasal dari bahasa Arab, yakni thuma’ninah (الطمأنينة). Di dalam shalat, tuma’ninah artinya diam sebentar, memberi jeda pada setiap gerakan, melakukannya dengan tenang, khusyuk, serta meresapi arti dari tiap-tiap bacaan, hingga akhirnya bukan hanya raga yang bergerak, tapi energi ruh juga turut hadir berkomunikasi dengan Allah SWT. 

Nah, kalau kita sudah terbiasa tuma’ninah paling sedikit lima kali dalam sehari, kenapa kita tidak melakukan hal yang sama untuk kegiatan yang lain? Atau jangan-jangan masih ada yang kesulitan untuk bertuma'ninah dalam shalat? Hehee jangan sampai ah, semoga kita semua termasuk golongan yang diberkahi kenikmatan beribadah yaa. 




1 komentar:

  1. Anonim16.36

    keren mam saya suka artikelnya ...kebiasaan emak2 yg sat set 😊

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkomentar dengan baik ya temans, maaf sementara saya moderasi dulu :)